Minggu, 09 Maret 2014

Tugas Terpenting Saya Sekarang: Berterima Kasih

Ngapain peduli sama orang yang tidak mempedulikan saya. Masbanyak orang mempedulika saya dan belum sempat saya balas kepeduliannya. Kedatangan saya mengikuti workshop ke Jakarta ini atas dorongan Pak Isa, kepeduliannya, dan bantuan Bu Sri dari Samarinda. 

Dan kepedulian Pak Isa tak sebatas sampai situ saja. Dalam break makan, dia mengajak singgah ke penerbitannya untuk kumpul dan ngobrol di sana. Beres workshop, saya numpang mobilnya, dan saya mendapatkan banyak hal sepanjang obrolan dengan dia. Bukan tipe seorang yang jual mahal, bukan juga seorang yang pelit ilmu, dia berbagi di mana saja. Dia mana saja dia bertemu, di mana saya dia bisa menyampaikan, dia sampaikan itu ilmu. Mengalir saja obrolannya berbagi pengetahuan tanpa beban. Tanpa merasa sayang dan cemas: Aduh, kalau saya bagikan di sini, nanti buku saya tidak akan laku atau, kalau saya sampaikan begitu saja, nanti ceramah saya tidak akan menarik. Dia berbagi dengan ringan, dengan lancar. Dan itu menandakan kepeduliannya yang besar. Kepada orang seperti inilah saya harus peduli, dan saya membalas semua obrolan dia dengan perhatian penuh, dengan anggukan, dan berusaha mengerti apapun yang dia ucapkan.

Dalam mobil, kami berlima. Mbak Asmanadia, Pak Isa, Salsabila, dan sopir. Sesekali mereka mengobrolkan tentang suasana rumah mereka, dan saya banyak mendapatkan pengetahuan berharga. Oh, begini ya keluarga penulis.

Tidak langsung ke rumah, singgah dulu ke rumah makan. Saya kira ke Restaurant biasa, ternyata beda, ini restaurant cepat saji. Yang makanannya gaya barat semua, kayak goreng ayam, coca-cola, roti memeluk daging, mayones, pokoknya begitulah makanan orang kaya. Ya saya ikut saja menikmatinya. Pak Isa mengambil cola, ayam burger kemudian jajan eskrim, dan saya memilih makan nasi secomot dengan ayam panggang dan paha. Berapa habis uang sekali makan itu? 250 ribu lebih. Dan selama makan, makin banyak saja pengetahuan yang Pak Isa bagikan.

"Gue nggak setuju sama konsep keajaiban rezeki. Memberi satu nanti kembaliannya sepuluh. Itu mengajarkan orang males. Habis ngasih langsung nunggu. Kalau gue nyumbang ya nyumbang aja. Gue mau uang, ya gue kerja. Gue nyari lagi. Soal balasan sumbangan gue, ya itu buat di akhirat."

"Jadi maksud bapak mau mengajarkan ikhlash juga ya?"

"Ya iyalah, makanya saya ngasih apapun ke elu, ya itu bukan urusan gue lu berterima kasih atau tidak, urusan gue tinggal sama Alloh, buat gue ngasih pahala di akhirat."

Dari rumah makan, naik lagi mobil, sampai ke Rumah Bacanya, terus lagi dia berbagi pengetahuannya. Tiada cape-capenya, tiada habis-habisnya. Dan akhirnya......

"Dan, kalau mau wifi tuh di atas, di lantai tiga."

Nah, dengan wifi itulah saya memposting tulisan ini. Dan masih banyak lagi orang dengan kebaikan sehebat Pak Isa, yang membuat saya karenanya merasa, dalam hidup ini, tugas terpenting saya adalah, mengucapkan terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar