Kamis, 27 Februari 2014

Alasan Mengapa Saya Mengaku Diri Sebagai Penulis Edan

Apa alasan saya mengakui diri sebagai penulis edan, akan Anda temukan setelah membaca tulisan ini. Untuk alasan pertama, langsung saya buka di sini, mengapa saya mengakui diri sebagai penuli edan, karena saya  tidak menyenangi aturan. Tulisan bebas, lepas, kabur dari mainstrem, mendobrak aturan, dan lain dari yang lain sangat saya suka, asal tidak menabrak satu hal saja, aturan agama. Dan sebaliknya, saya kurang suka dengan aturan kaku yang terlalu mengekang. Sturan supaya begini supaya begitu boleh-boleh saja. Yang membuat saya gerah kalau sudah ada orang teriak jangan begini jangan begitu. Terutama jika si peneriak itu sendiri bukan seorang penulis hebat, saya kira itu hanya membuatnya norak.

Itulah sebabnya, saya selalu senang dengan tulisan gaya apapun, dengan catatan sekali lagi, tidak menabrak aturan agama. Karena menurut saya, agamalah ukuran tertingginya.

Ada sebagian orang gerah dengan tulisan-tulisan penyuara kebenaran dengan gaya asal jeplak, tidak peduli perasaan orang. Bagi saya sebagai penulis edan, tulisan semacam itu tidak perlu dipermasalahkan. Terserah dengan cara apa saja orang menulis, dengan gaya sastra, gaya cerita, menggurui atau men-siswai, hakim tertinggi yang akan menilai tulisan itu hanyalah Alloh, Hakim tertinggi alam semesta. Jika sebuah tulisan, tidak menabrak aturan Alloh, dan malah mengajak mencintai-Nya, taat kepada-Nya, dan mengajak mengesakan-Nya, menurut saya tulisan itu luar biasa.

Menurut saya barometer tertingginya cuma itu. Ketika sepengetahuan kita, tulisan itu diridhoi Alloh, mempermasalahkan apalagi?. Soal pembaca sakit hati, tidak enak atau bagaimana, itu terserah mereka, jika sakit hati mereka karena merasa tidak enak mendapatkan peringatan, kemungkinan itu bisa diibaratkan sakitnya sebuah suntikan atau operasi buat menghilangkan penyakit di badan. Juga mesti ditanyakan, mengapa Anda sampai sakit hati? Jangan-jangan sakit hati itu timbul dari ketidakdewasaan si pembaca sendiri, terlalu bersifat kekanak-kanakan, yang inginnya hanya dipuji, dan tidak senang ketika mendapatkan kritikan.

Jika tulisan penyeru kebenaran yang bisa menyakiti hati orang itu dilarang, bagaimana dengan Nabi yang dulu menyerukan kebenaran. Kalay tak salah, waktu itu pun, orang-orang kafir sakit hati pula

Akan tetapi uniknya, tulisan-tulisan semacam justru lebih menarik minat pembaca. Tulisan semacam ini lebih membuat orang penasaran. Lebih menarik perhatian terutama ketika kebanyakan penulis kurang berani, berlembut-lembut, muter-muter sana sini--maka tulisan keras asal jemplak, seringkali lebih banyak peminat. Dari sisi bisa dikatakan, tulisan semacam ini justeru berhasil. Ketika yang lain koar-koar mencari perhatian, minta dibaca, tulisan semacam ini, justru pesta pora, tanpa harus teriak-teriak, orang murah hati meluangkan waktu, membaca tulisannya.

Cuma, kita juga jangan norak, berlagak pendakwah yang so suci, dengan nada menyeru-nyeru, seperti orang yang baru saja di utus ke tengah ummat. Alih-alih menyentuh, yang ada malah mengundang tertawaan. Jika Anda tidak siap dengan tertawaan orang-orang, besar kemungkinan tertawaan mereka bisa menyinggung dan mempermalukan Anda. Saya sendiri terkadang bersikap begini, bergaya seperti pemberi fatwa, hanya saja, supaya tidak terlalu sakit jika nanti orang menjatuhkan saya, saya sendiri dulu yan menjatuhkan diri saya sendiri. Jadi jika nanti orang mencoba menjatuhkan, mereka tidak berdaya, sebab sayanya sendiri sudah dibawah. Itulah sebabnya untuk tulisan-tulisan yang bernada fatwa, bernada menggurui, selalu saya bungkus dengan kemasan menggoblok-goblokan diri, atau mengakui diri sendiri sebagai penulis edan. Nah, inilah alasan kedua mengapa saya mengakui diri sebagai penulis edan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar